Friday, March 16, 2012

Masjid di Desa Pamegar Sari, Parung: Kesederhanaan Sang Pendiri Masjid

Terpaku aku, tatkala memandangi rumah yang berdiri di suatu sudut di samping sebuah masjid Nurul Huda Parung. Terkenang aku pada masa yang lalu, rumah yang jauh dari sederhana itu, kini telah berubah! Dulu, itu hanyalah sebuah gubuk yang berdindingkan anyaman bambu dan berlantaikan tanah. Namun sekarang gubuk itu telah menjelma menjadi rumah bagus. Perlahan aku susuri jalan di samping rumah itu, menuju ke arah masjid dan berharap dapat bertemu kembali dengan sang pendiri masjid. Kenangan sesosok seorang pria sederhana yang memiliki hati begitu tulus. Sungguh aku rindu untuk bertemu dengan sosok pria paruh baya itu. Namun alangkah terkejutnya aku, manakalah mendengar bapak H. Syamsudin – begitu beliau dikenal – telah berpulang ke pangkuan sang Pencipta. Perlahan aku lafadzkan, “Innalilahhi wainnalillahi rojiun..” Perasaan sedih seketika menyergap serta menyelimuti hatiku.

Kembali anganku terbang ke masa itu, teringat tatkala aku sering menghabiskan waktu senggang disaat libur bekerja, minum teh sambil menikmati pisang goreng dagangan pak Haji sambil mendengar berbagai petuah, nasehat serta kisah pengalaman pahit getir kehidupan beliau. Rasanya semua itu baru saja terjadi kemarin.

Kekagumanku terhadap kesederhanaan dan kejujuran beliau dalam mendirikan sebuah masjid yang berada di samping rumahnya telah terpatri di dalam hatiku. Sebuah mesjid yang diberi nama Masjid Nurul Huda terletak di sebuah desa Pamegarsari – Parung, telah dibangunnya hingga menjadi sebuah mesjid yang megah seperti sekarang ini. Masih terngiang jelas tatkala beliau menceritakan bagaimana cara mencari dana untuk pembangunan masjid itu. Desa Pamegarsari – Parung, walau berdekatan dengan kota Bogor adalah sebuah kampung yang jauh dari hiruk pikuk kota metropolitan dengan kondisi jalan yang buruk. Untuk dapat mencapai desa tersebut harus melalui sebuah hutan kecil.

Tak jarang Pak Haji Syamsudin harus menempuh jarak begitu jauh hanya sekedar pergi menuju kota Tangerang, Bogor, Jakarta atau daerah lainnya. Semuanya itu beliau lakukan dengan berjalan kaki dalam memenuhi panggilan para sahabat & kerabatnya yang ingin menyumbangkan dana untuk pembangunan masjid itu. Sungguh sebuah perjuangan yang sangat berat dan melelahkan namun kesemuanya itu beliau lakukan dengan bahagia. Yang membuat aku bertambah kagum akan kegigihannya adalah tidak pernah sedikit pun beliau meminta sumbangan di tepi jalan raya seperti pada umumnya. Subhanallah, tak henti kuucapkan kata-kata pujian akan ketulusan dan keikhlasan beliau dalam membangun rumah Allah, yang membuat aku semakin lama semakin bertambah kekagumanku.

Keseharian Pak H. Syamsudin dan istri hanyalah berjualan buah dan pisang goreng. Bertempat di rumah yang kecil dan hanya beralaskan tanah serta dihiasi dinding dari anyaman bambu dan ketika hujan turun, dari balik celah-celah genteng air pun menetes membasahi ruang tengah.

Namun pak Haji tetap menikmati kesederhanaan rumahnya sementara masjid yang sedang dibangun sedikit demi sedikit itu mulai terlihat wujudnya. Masjid yang terletak di samping rumahnya, terlihat begitu kokoh dan merupakan kepuasan batin tersendiri bagi Pak Haji bersama istrinya. Mereka selalu mensyukuri setiap rezeki yang mereka dapati selama hidupnya dengan memandangi masjid sebagai rumah besar mereka. Masjid itu semakin hari semakin ramai dan selalu disibukkan dengan berbagai kegiatan rohani oleh masyarakat sekitarnya. Ketika Pak Haji masih ada, hingga akhir hayatnya selalu mengumandangkan adzan diwaktu-waktu sholat. Terutama pada saat adzan shubuh, ciri khas suara Pak Haji yang merdu berkumandang membangunkan orang untuk menunaikan ibadah sholat subuh amat sangat menggetarkan kalbu.

Kini Pak Haji Syamsudin telah tiada, namun berkat kegigihan dan keikhlasan beliau sebuah mesjid nan megah telah berdiri kokoh. Semoga amal ibadah beliau diterima di sisi Allah. Amin.

“Kisah inspiratif: Dibalik Kekokohan Masjid Nurul Huda adalah untuk mengambil makna dari kesederhanan seorang yang sederhana, jujur, rendah hati namun memiliki semangat dan niat yang kuat untuk mendirikan masjid dan tidak mendahulukan kesenangan pribadi semata.”

Kisah nyata ini hanyalah sebagian kecil dari berbagai kisah inspiratif dan masih banyak di luar sana orang yang memiliki hati dan nurani seperti seorang Alm. Bapak H. Syamsudin.

0 comments:

Post a Comment

 
Design by Wordpress Theme | Bloggerized by Free Blogger Templates | coupon codes